Sunday 27 November 2011

Gaya Hidup

KOMPAS, SABTU, 19 NOVEMBER 2011

GAYA HIDUP

Apa yang Dapat Diteladani dari Pejabat Publik?

N
egarawan yang rendah hati dan bersahaja. Itulah kesan George McTurnan Kahin, Indonesianis dari Cornell University, Amerika Serikat, terhadap Mohammad Natsir yang diemuinya pada 1948 di Yogyakarta. Jas penuh tambalan yang saat itu dikenakan Natsir hampir tidak menunjukkan sosok Natsir sebagai Menteri Penerangan.
Penampilan sederhana tetap dipertahankan Natsir saat menjadi Perdana Menteri (PM) pada 1950-1951. Sebelum menempati rumah bekas Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur (kini Jalan Proklamasi), Jakarta, Natsir dan keluarganya menumpang di sebuah rumah di Jalan Jawa, lalu di kawasan Tanah Abang.
Natsir juga hanya memiliki sebuah mobil pribadi bermerek DeSoto yang telah kusam. Ketika ditawari mobil sedan mewah buatan Amerika Serikat pada 1956, dengan halus Natsir menolaknya. Kesederhanaan Natsir, juga pendiri bangsa lainnya, seperti Bung Hatta, diyakini menjadi keutamaan yang harus dimiliki oleh pejabat publik.
Di Malaysia, kesederhanaan pejabat publik, antara lain, dimunculkan dengan menggunakan mobil nasional, yaitu Proton. Sejak era Mahatir Mohammad, mobil dinas PM Negara itu adalah Proton Perdana, yang harga pasarannya Rp 350 juta. Artinya harga tiga Proton Perdana setara dengan sebuah Toyota Crown Royal Saloon, mobil dinas pejabat tinggi Indonesia, yang harga pasarannya di aias Rp 1 miliar.
Pejabat India menggunakan kendaraan dinas Tata Ambassador. Mobil mirip Fiat produksi Italia tahun 1970-an itu juga wajib berwarna putih agar dapat meredam cuaca panas. Harga mobil itu sekitar Rp 100 juta. Walaupun mobil dinasnya sederhana, ada anggota parlemen India yang menjadi pemilik maskapai penerbangan Kingfisher.

‘Namun, pejabat publik di India dan Malaysia saat menjalankan tugasnya tetap dituntut berpenampilan sederhana karena mereka sadar harus dapat menjadi teladan bagi rakyat.’

Bagaimana di Indonesia? Di DPR saja berjajar mobil mewah diparkir. Nudirman Munir, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, bilang, ada pertimbangan keamanan dan kenyamanan ketika memilih mobil. “Jikan naik Toyota Alphard, kami dapat rapat di dalam mobil karena di dalam mobil itu ada meja. Kalau naik mobil (menyebut merek lain) yang jalan 80 kilometer per jam saja sudah goyang, akan banyak anggota DPR yang meninggal karena kecelakaan,” kata Nudirman.
Anggota DPR, kata Nudirman, seharusnya tidak dilihat terutama dari mobil yang dipakai, tetapi kinerjanya bagi rakyat. “Kalau anggota DPR hanya datang, duduk, diam, dan duit, tidak ada artinya buat rakyat,” katanya.
Benarkah? Terkait kinerja DPR, saat berpidato dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (14/10), Ketua DPR Marzuki Alie menuturkan, “Dewan sangat menyadari penyelesaian berbagai rancangan undang- undang (RUU) masih jauh dari target.”
Menurut Marzuki, sepanjang tahun 2011, DPR menyelesaikan 22 RUU. Di masa sidang saat ini, yang berakhir pada 18 Desember, diharapkan ada 5-6 RUU yang memasuki pembicaraan tingkat II. Jika harapan itu terpenuhi, maksimal ada 28 RUU diselesaikan. Padahal, ada 70 RUU yang menjadi prioritas program legislasi nasional tahun 2011. Dalam pidatonya, Marzuki berharap DPR memperhatikan UUD 1945 saat membuat UU. Sebab, banyak pasal dalam UU yang diuji materi ke Mahkamah Konstitusi dan kemudian dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945. Sebelum berpidato, Marzuki menyatakan, anggota DPR tidak pernah mau introspeksi diri.
Pernyataan itu muncul karena saat membuka rapat paripurna pada pukul 09.45, atau molor 45 menit dari jadwal dimulainya rapat pada pukul 09.00, hanya sekitar 50 anggota DPR di ruang rapat. Akibatnya, rapat harus diskors karena belum kuorum.
Pada pukul 10.00, rapat kembali dibuka. Saat dicek wartawan, sekitar pukul 10.15, baru 241 anggota DPR yang menandatangani absensi. Itu berarti belum mencapai 50 persen tambah satu atau 281 orang, seperti ketentuan kuorum dalam Undang-Undang 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Pada Kamis sekitar pukul 10.15, sejumah pimpinan media massa juga meninggalkan ruang rapat Pansus RUU Perubahan atas UU 2/2011 tentang Partai Politik. Pasalnya hingga jam itu rapat yang dijadwalkan pukul 09.00 belum dimulai juga.
Lalu, kinerja dan teladan positif apa yang dapat dicontoh dari pejabat publik Indonesia, khususnya para anggota DPR? Rasanya mustahil menemukan keteladanan Natsir, Hatta, atau tokoh lainnya. (M. HERNOWO)

0 comments:

Post a Comment